KHALWAT
A.
Pengertian Khalwat
Ibnu Hajar berkata, “Yaitu ia tidak berkhalwat
dengan wanita tersebut hingga keduanya tertutup dari pandangan khalayak
(tersembunyi dan tidak kelihatan), namun maksudnya dibolehkan khalwat jika
(mereka berdua kelihatan oleh khalayak) namun suara mereka berdua tidak
terdengar oleh khalayak karena ia berbicara dengannya perlahan-lahan, contohnya
karena suatu perkara yang wanita tersebut malu jika ia menyebutkan perkara
tersebut di hadapan khalayak”
Definisi
Khalwat artinya menyepi, menyendiri, mengasingkan diri bersama dengan seseorang
tanpa kersertaan orang lain.
Secara
istilah, khalwat sering digunakan untuk hubungan antara dua orang dimana mereka
menyepi dari pengetahuan atau campur tangan pihak lain, kecuali hanya mereka berdua.
Orang yang
berdoa pada malam hari menitikkan air mata sambil mengadu kepada Allah di saat
orang-orang sedang asyik tidur, juga disebut berkhalwat. Yaitu merasakan
kebersamaan dengan Allah SWT tanpa kesertaan orang lain. Seolah di dunia ini
hanya ada dirinya saja dengan Allah SWT.
Khalwat dalam makna menyepi
sendirian (satu orang) di tempat yang sunyi hukum asalnya adalah boleh (jawaz),
bahkan bisa menjadi mustahab (disenangi) jika menyendiri dalam rangka berdzikir
dan beribadah, sebagaimana kegemaran Muhammad SAW sebelum beliau diangkat
sebagai Nabi & Rasul beliau sering berkhalwat di gua Hira’. Imam An Nawawi
berkata:
الْخَلْوَةُ شَأْنُ الصَّالِحِينَ وَعِبَادِ اللَّهِ
الْعَارِفِينَ
“Khalwat adalah kebutuhan
orang-orang shalih dan hamba-hamba Allah yg ‘ârif.”
Khalwat dalam makna dua orang menyendiri di suatu tempat yang sunyi hukumnya boleh bagi:
Khalwat dalam makna dua orang menyendiri di suatu tempat yang sunyi hukumnya boleh bagi:
- Laki-laki dengan laki-laki.
- Perempuan dengan perempuan.
- Laki-laki dengan wanita yang menjadi mahramnya.
- Laki-laki dengan istrinya.
- Laki-laki dengan wanita yang bukan mahram tetapi mereka
berdua di hadapan manusia yang lain pada tempat yang tidak terlindung
(terhijab) dari pandangan manusia yg lain, manusia yang lain masih dapat
melihat mereka namun tidak mendengar apa yg mereka berdua bicarakan.
Apakah yang Dimaksud dengan Mahram??
Berkata As-Suyuthi, “Para sahabat kami (para pengikut madzhab Syafi’i)
mengatakan, Mahram adalah wanita yang diharamkan untuk dinikahi untuk
selama-lamanya baik karena nasab maupun dikarenakan sebab tertentu yang
dibolehkan dan dikarenakan kemahraman wanita tersebut.” Dari definisi ini maka
diketahui bahwa:
- (wanita
yang diharamkan untuk dinikahi), maka bukanlah mahram anak-anak paman
dan anak-anak bibi (baik paman dan bibi tersebut saudara sekandung ayah
maupun saudara sekandung ibu).
- (untuk
selama-lamanya), maka bukanlah mahram saudara wanita istri dan juga
bibi (tante) istri (baik tante tersebut saudara kandung ibu si istri
maupun saudara kandung ayah si istri) karena keduanya bisa dinikahi jika
sang istri dicerai, demikian juga bukanlah termasuk mahram wanita yang
telah ditalak tiga, karena ia bisa dinikahi lagi jika telah dinikahi oleh
orang lain kemudian dicerai. Demikian juga bukanlah termasuk mahram wanita
selain ahlul kitab (baik yang beragama majusi, budha, hindu, maupun
kepercayaan yang lainnya) karena ia bisa dinikahi jika masuk dalam agama
Islam.
- (dikarenakan
sebab tertentu yang dibolehkan), maka bukanlah mahram ibu yang
dijima’i oleh ayah dengan jima’ yang syubhat (tidak dengan pernikahan yang
sah) dan juga anak wanita dari ibu tersebut. Ibu tersebut tidak boleh
untuk dinikahi namun ia bukanlah mahram karena jima’ syubhat tidak dikatakan
boleh dilakukan.
- (dikarenakan
kemahraman wanita tersebut), maka bukan termasuk mahram wanita yang
dipisah dari suaminya karena mula’anah (Mawahibul
Jalil 4/116), karena wanita tersebut diharamkan untuk dinikahi
kembali oleh suaminya yang telah melaknatnya selama-lamanya namun bukan
karena kemahraman wanita tersebut namun karena sikap ketegasan dan
penekanan terhadap sang suami. (Al-Asybah wan Nadzoir 1/261).
Dan jika telah jelas bahwa sang wanita adalah mahramnya maka tidak boleh
baginya untuk menikahinya dan boleh baginya untuk memandangnya dan berkhalwat
dengannya dan bersafar menemaninya, dan hukum ini mutlak mencakup mahram yang
disebabkan karena nasab atau karena persusuan atau dikarenakan pernikahan. (Al-Asybah
wan Nadzoir 1/262).
B.
Hukum Khalwat
Khalwat dalam makna menyendirinya seorang
pria dengan seorang wanita asing di suatu tempat yang tidak memungkinkan orang
lain untuk bergabung dengan keduanya, kecuali dengan izin keduanya, para ‘ulama
sepakat menyatakan hukumnya haram walaupun mereka menyendiri untuk
melakukan shalat sekalipun (An Nawawi, Syarh Shahih Muslim), kecuali
dalam kondisi darurat misalnya wanita asing yang tersesat yang dikhawatirkan
dia akan celaka kalau ditinggalkan seorang diri, seperti kasus tertinggalnya
Aisyah dari rombongan Rasulullah SAW.
Ungkapan itu berbentuk umum, tanpa pengecualian,
mau itu bisa menjaga pandangan, ataukah tanpa disertai syahwat, sama saja.
Pelarangannya tetap berlaku sebagaimana juga hukum haramnya. Khalwat juga tetap
haram hukumnya walaupun bersama orang yang dipercaya, baik, dan sholeh
sekalipun. Khalwat bertentangan dengan syari`at meski dengan dalih
silaturrahim. Meremehkan khalwat berarti menyepelekan syari`at.
Bagaimana jika ada kebutuhan (hajat) atau terpaksa
(darurat)? Misal masjidnya itu jauh, si perempuan tidak tau jalan, tidak ada
teman wanita lain/mahram, dan kalau sendirian dikhawatirkan keamanannya.
Kaidahnya, darurat itu kan diukur kondisinya, dan
jangan dibuat-buat. Kalau situasinya darurat, harus mengantar, ajaklah orang
ketiga, atau gunakan transportasi umum di tempat khalayak, dengan tetap menjaga
adab interaksi pria-wanita tentunya. Repot tapi ’selamat’ jelas dipilih
daripada praktis tapi berdosa. Rasulullah pernah didatangi seorang wanita yang
ingin berbicara tentang suatu masalah, kemudian Beliau menyuruh wanita itu
mencari dan menunggu di jalan ramai yang banyak orang, lalu Beliau dan wanita
itu bertemu disana.
Bagaimana jika kadarnya benar-benar darurat, tidak
ada teman lain, tidak ada transportasi umum, tidak ada waktu alternatif? Sekali
lagi, jangan dibuat-buat. Lihat sisi hukum syar`i-nya. Dalam kasus tersebut,
tarawih itu sunnah, sedangkan khalwat itu haram. Tidak boleh mencari yang
sunnah dengan melanggar yang haram. Menolak mafsadat didahulukan ketimbang
mencari manfaat.
Bagaimana jika bertiga?
1. Orang
ketiganya mahram. Artinya, kalau orang ketiganya itu wanita, dia merupakan
mahram atau istri dari lelaki yg disana. Jika orang ketiganya itu lelaki, ia
merupakan mahram atau suami dari wanita yang disana. Untuk kasus ini semua
sepakat menghilangkan status dan larangan khalwat.
2. Orang
ketiganya bukan mahram. Artinya, orang ketiga itu juga tergolong orang
ajnabi/asing, yang tidak ada hubungan mahram dengan salah satu dari pria atau
wanita (walaupun dia teman). Untuk kasus ini, pendapat kalangan Syafi`iyyah
tetap melarangnya.
3. Orang
ketiganya bukan mahram, tetapi merupakan orang tsiqah/terpercaya baik dari segi
kebaikan agamanya maupun sisi kebaikan hubungan kerabat (tapi bukan mahram)
atau silaturrahim/persahabatan dengan salah satu atau kedua pihak. Untuk kasus
ini, pendapat sebagian kalangan Syafi`iyyah membolehkannya.
4. Adanya
orang ketiga menjadikannya boleh. Ini pendapat Hanafiyyah.
Ibnu
Hajar menjelaskan bahwasanya ada khalwat yang diharamkan dan ada khalwat yang
diperbolehkan,
1. Khalwat
yang diperbolehkan adalah sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersama wanita tersebut, yaitu memojok dengan suara yang
tidak di dengar oleh khalayak namun tidak tertutup dari pandangan mereka. Hal
ini juga sebagaimana penjelasan Al-Muhallab, “Anas tidak memaksudkan bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhalwat dengan wanita tersebut hingga tidak
kelihatan oleh orang-orang sekitar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala
itu, namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhalwat dengan wanita tersebut
hingga orang-orang disekitarnya tidak mendengar keluhan sang wanita dan
pembicaraan yang berlangsung antara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
wanita tersebut. Oleh karena itu Anas mendengar akhir dari pembicaraan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan wanita tersebut lalu iapun menukilnya
(meriwayatkannya) dan ia tidak meriwayatkan pembicaraan yang berlangsung antara
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan wanita itu karena ia tidak
mendengarnya”[14]
2. Khalwat
yang diharamkan adalah khalwat (bersendiriannya) antara lelaki dan wanita
sehingga tertutup dari pandangan manusia.[15]
Jika
ada yang mengatakan, “Berdasarkan definisi khalwat yang diharamkan di atas maka
berdua-duaannya seorang wanita dan pria di emperan jalan-jalan raya bukanlah
khalwat yang diharamkan karena semua orang memandang mereka’??,
Memang benar hal itu bukanlah merupakan khalwat yang diharamkan, namun ingat diantara hikmah diharamkan khalwat adalah karena khalwat merupakan salah satu sarana yang mengantarakan kepada perbuatan zina, sebagaimana mengumbar pandangan merupakan awal langkah yang akhirnya mengantarkan pada perbuatan zina. Oleh karena itu bentuk khalwat yang dilakukan oleh kebanyakan pemuda meskipun jika ditinjau dari hakikat khalwat itu sendiri bukanlah khalwat yang diharamkan, namun jika ditinjau dari fitnah yang timbul akibat khalwat tersebut maka hukumnya adalah haram. Para pemuda-pemudi yang berdua-duaan tersebut telah jatuh dalam hal-hal yang haram lainnya seperti saling memandang antara satu dengan yang lainnya, sang wanita mendayu-dayukan suaranya dengan menggoda, belum lagi pakaian sang wanita yang tidak sesuai dengan syari’at, dan lain sebagaianya yang jauh lebih parah. Khalwat yang asalnya dibolehkan ini namun jika tercampur dengan hal-hal yang haram ini maka hukumnya menjadi haram. Khlawat yang tidak aman dari munculnya fitnah maka hukumnya haram.
Memang benar hal itu bukanlah merupakan khalwat yang diharamkan, namun ingat diantara hikmah diharamkan khalwat adalah karena khalwat merupakan salah satu sarana yang mengantarakan kepada perbuatan zina, sebagaimana mengumbar pandangan merupakan awal langkah yang akhirnya mengantarkan pada perbuatan zina. Oleh karena itu bentuk khalwat yang dilakukan oleh kebanyakan pemuda meskipun jika ditinjau dari hakikat khalwat itu sendiri bukanlah khalwat yang diharamkan, namun jika ditinjau dari fitnah yang timbul akibat khalwat tersebut maka hukumnya adalah haram. Para pemuda-pemudi yang berdua-duaan tersebut telah jatuh dalam hal-hal yang haram lainnya seperti saling memandang antara satu dengan yang lainnya, sang wanita mendayu-dayukan suaranya dengan menggoda, belum lagi pakaian sang wanita yang tidak sesuai dengan syari’at, dan lain sebagaianya yang jauh lebih parah. Khalwat yang asalnya dibolehkan ini namun jika tercampur dengan hal-hal yang haram ini maka hukumnya menjadi haram. Khlawat yang tidak aman dari munculnya fitnah maka hukumnya haram.
C.
Pendapat Para Ulama
Para fuqaha (ahli fiqh) sepakat
bahwa haram berkhalwat seorang lelaki dan seorang wanita asing (jadi jumlah
orangnya hanya dua orang). Namun mereka berbeda pendapat kalau jumlah orangnya
lebih dari 2, yakni:
1. Para ‘Ulama Madzhab Syafi’i:
a. Haramain : satu laki laki dg dua wanita atau
lebih, wanitanya tanpa mahram maka hukumnya haram menyendiri dengan mereka.
Jika salah satu wanita tersebut adalah mahram bagi laki-laki tersebut maka
boleh hukumnya. Begitu juga jika satu wanita dengan 2 atau lebih laki-laki, dan
salah satu laki-laki adalah mahram wanita tsb maka boleh hukumnya. Intinya
dalam semua kasus khalwat baik satu laki-laki dg banyak wanita, satu wanita
dengan banyak lelaki, atau banyak wanita dengan banyak lelaki, salah satu
wanita yang berkhalwat haruslah bersama mahramnya.
b. As Syafi’i menulis bahwa tidak boleh
seorang lelaki shalat bersama seorang wanita kecuali wanita tsb bersama
mahramnya, juga tidak boleh seorang lelaki dengan banyak wanita menyendiri
tanpa ada mahram dari salah satu wanita. Dari Al Qoffal juga dinyatakan seperti
pendapat Imam Al Haramain.
c. Penulis kitab Al Majmu’ (Imam An
Nawawi) membolehkan seorang lelaki berkhalwat dengan banyak wanita tanpa
mahram, namun mengharamkan banyak lelaki berkhalwat dengan satu wanita tanpa
mahram, dan dikatakan juga jika mereka (para lelaki) aman dari berbuat keji
maka boleh. Hal ini juga disebut dalam kitab Hasyiyah Al Jamal.
2. Ulama Madzhab Hanafi : Boleh
berkhalwat jika ada pihak ketiga (jumlah totalnya minimal 3 orang), baik orang
ke-3 tersebut mahram bagi laki-laki, maupun wanita yang tsiqot (yang bisa
dipercaya) yang bukan mahram.
3. Ulama Madzhab Maliki : Makruh hukumnya
satu laki-laki shalat dengan banyak wanita, dan juga sebaliknya, walaupun ada
mahramnya.
4. Ulama Madzhab Hanbali: Haram
berkhalwat satu laki-laki dengan banyak wanita atau satu wanita dengan banyak
lelaki (yang wanitanya tanpa mahram).
D.
Bagaimana Cara Berkhalwat yang benar?
Anda dapat berkhalwat di dalam rumah, di sebuah
rumah teman yang sedang berlibur, atau bahkan di dalam sebuah kamar motel
ataupun hotel. Matikanlah telepon dan TV. Singkirkan buku-buku, majalah,
ataupun gangguan lainnya. Tutuplah tirai jendela sehingga Anda tidak dapat
melihat keluar. Tutuplah juga cermin sehingga Anda tidak terganggu oleh
bayangan Anda.
Untuk memulai khalwat, kurunglah diri Anda di dalam
kamar. Bayangkan bahwa tenaga dan kesadaran Anda tetap termuat dan terpusat di
dalam tempat Anda berkhalwat. Ucapkanlah sebuah doa dan secara formal
nyatakanlah niat spiritual Anda untuk berkhalwat. Pada akhir waktu, bebaskanlah
diri Anda dengan berdoa bahwa niat Anda telah terwujud dan Anda telah mampu
membawa berkah khalwat tersebut ke dalam kehidupan keseharian Anda.
Mandilah setiap pagi, dan berdoalah, semoga Tuhan
membantu Anda membersihkan diri secara batiniah dan lahiriah. Makanlah secara
sederhana atau berpuasalah dari subuh hingga magrib. Jangan biarkan santapan
Anda memakan waktu dan tenaga yang berlebihan.
Anda dapat mencoba berkhalwat sedikitnya selama 24
jam, namun paling tidak selama tiga hari adalah lebih baik. Anda dapat berdoa,
iktikaf, dan merenungkan kehidupan Anda, atau melakukan meditasi pada beberapa
aspek keilahian. Anda dapat membaca kitab suci atau tulisan orang-orang suci,
namun jangan sampai bacaan itu menyita seluruh waktu Anda. Bacalah selama 10-15
menit dan kemudian renungkanlah apa yang telah Anda baca, setidaknya selama
setengah sampai satu jam.
Bagian penting dari khalwat adalah mengheningkan
suasana dan berdiam diri di dalam ruangan. Bersikap tenanglah dan biarkan
pikiran terpusat pada Tuhan, dan bukannya terganggu oleh pandangan-pandangan
dan suara-suara dari dunia ini.
Sebelum
Muhammad diangkat menjadi nabi, Beliau sering menyendiri di gua hira, bersunyi
diri untuk mendekatkan diri dengan Allah, aktifitas ini disebut dengan khalwat.
Beliau melakukan khalwat selama 5 tahun, setiap 5 hari 5 malam Beliau turun
untuk mengambil bekal, sampai akhirnya Jibril datang menyampaikan wahyu kepada
Beliau, inilah titik awal perubahan yang sangat besar dalam diri Muhammad dari
seorang manusia biasa menjadi seorang utusan Allah.
Kegiatan
menyendiri ini kemudian tetap dilaksanakan oleh Nabi tapi tidak lagi di gua sebagaimana
yang Beliau lakukan sebelum diangkat jadi Nabi. Beliau melakukan khalwat di
rumah di 10 akhir bulan ramadhan, kegiatan ini sering disebut dengan iktikaf
sebagaimana hadist yang disampaikan oleh Aisyah. Dari Aisyah radhiallahu ‘anha;
beliau mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh
hari terakhir bulan Ramadhan. Aku membuatkan tenda untuk beliau. Lalu beliau
shalat subuh kemudian masuk ke tenda i’tikafnya.” (H.r. Al-Bukhari dan Muslim).
Tenda
yang dibuatkan oleh Aisyah untuk nabi sebagai ganti suasana di Gua Hira dan
kegiatan iktikaf berupa zikir dalam tenda atau kelambu ini kemudian tetap
diteruskan oleh para sahabat dan para ulama sampai saat sekarang. Iktikaf
disebut juga suluk atau khalwat biasanya dilakukan secara berjamaah dan dibawah
bimbingan Guru Mursyid atau khalifah yang telah mendapat ijazah untuk memimpin
suluk. Sebagian orang ada yang melakukan zikir intensif di rumah, ada yang
melakukan khalwat di tempat-tempat sunyi mengikuti sunnah Rasul.
Khalwat
bukanlah kegiatan biasa, ini adalah kegiatan yang sarat makna, sebuah proses
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Khalwat juga disebut uzlah atau
mengasingkan diri dari keramaian untuk membersihkan hati sehingga dengan
sempurna menerima petunjuk dari Allah SWT. Untuk bisa melaksanakan khalwat
syarat utama adalah harus dengan bimbingan seorang Guru yang Ahli sehigga tidak
tersesat di belantara alam tanpa batas.
Satu
hak yang sangat memilukan, akhir-akhir ini istilah khalwat yang semula bermakna
suci, proses mendekatkan diri kepada Allah berubah maknanya menjadi perbuatan
mesum, sangat jauh berbeda dengan makna khalwat yang sebenarnya.
Tag :
Agama