Diberdayakan oleh Blogger.

Retorika

Retorika

A. Pengertian Retorika
Retorika adalah seni berkomunikasi secara lisan yang dilakukan oleh seseorang kepada sejumlah orang secara langsung bertatap muka. Kesenian berbicara ini bukan hanya berarti berbicara secara lancar tanpa jalan pikiran yang jelas dan tanpa isi, melainkan suatu kemampuan untuk berbicara dan berpidato secara singkat, jelas, padat dan mengesankan. Retorika modern mencakup ingatan yang kuat, daya kreasi dan fantasi yang tinggi, teknik pengungkapan yang tepat dan daya pembuktian serta penilaian yang tepat.  Ber-retorika juga harus dapat dipertanggungjawabkan disertai pemilihan kata dan nada bicara yang sesuai dengan tujuan, ruang, waktu, situasi, dan siapa lawan bicara yang dihadapi.
Retorika modern adalah gabungan yang serasi antara pengetahuan, fikiran , kesenian dan kesanggupan berbicara. Dalam bahasa percakapan atau bahasa populer, retorika berarti pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, atas cara yang lebih efektif, mengucapkan kata – kata yang tepat, benar dan mengesankan . ini berarti orang harus dapat berbicara jelas, singkat dan efektif . jelas supaya mudah dimengerti; singkat untuk menghemat waktu.

B. Tujuan Retorika
Tujuan retorika adalah persuasi, yang dimaksudkan dalam persuasi dalam hubungan ini adalah yakinnya pendengar akan kebenaran gagasan hal yang dibicarakan pembicara. Artinya bahwa tujuan retorika adalah membina saling pengertian yang mengembangkan kerjasama dalam menumbuhkan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat lewat kegiatan bertutur.

C. Fungsi Retorika
·         Membimbing penutur mengambil keputusan yang tepat.
·         Membimbing penutur secara lebih baik memahami masalah kejiwaan manusia pada umumnya dan kejiwaan penanggap tutur yang akan dan sedang dihadapi.
·         Membimbing penutur menemukan ulasan yang baik.
·         Membimbing penutur mempertahankan diri serta mempertahankan kebenaran dengan alasan yang masuk akal.

D Sejarah Perkembangan Retorika
1. Jaman Yunani
Retorika mula-mula tumbuh dan berkembang di Yunani pada abad V dan IV sebelum Masehi.
Pengertian asli retorika adalah sebuah telaah atau studi simpatik tentang oratoria.
Orang yang pertama-tama dianggap memperkenalkan oratori adalah orang Yunani Sicilia, tetapi tokoh pendiri sebenarnya adalah Corax dari Sirakusa (500 SM) yang meletakkan sistematika oratori atas lima bagian, yaitu:
1.      Poem atau pengantar dari pidato yang akan disampaikan.
2.      Diegesis atau Narratio: bagian yang mengandung uraian tentang pokok persoalan yang akan disampaikan.
3.      Agon atau argumen; bagian pidato yang mengemukakan bukti-bukti mengenai pokok persoalan yang dikemukakan tersebut.
4.      Parekbaksis atau Digressio; catatan pelengkap yang mengemukakan keterangan-keterangan lainnya yang dianggap perlu untuk menjelaskan persoalan tadi.
5.      Peroratio; bagian penutup pidato yang mengemukakan kesimpulan dan saran-saran.
Terdapat tiga kontroversi tentang retorika yaitu menyangkut persoalan pemakaian unsur stilistika,  masalah hubungan antar retorika dan moral dan  masalah pendidikan.
Kontroversi pertama: terdapat tiga aliran, yaitu: menyetujui penggunaan unsur-unsur stilistika, yang menolak, berada di luar kedua aliran pertama.
Gorgias dan Leontini, mula-mula memperkenalkan retorika pada orang Athena (42 SM) yang berpendapat perlu menggunakan upaya-upaya stilistika dalam retorika seperti: epitet-epitet penuh hiasan, antitese-antitese, terminasi (akhir kata) penuh ritme dan bersajak yang terdapat pada pidato maupun narasi historis Thucydides dan argumentasi sandiwara dari Euripides. Pemakaian unsur stilistika yang berlebihan tersebut dianggap berlebihan oleh Lysias yang menyukai gaya simple. Kemudian kedua teori tersebut dimentahkan oleh Demosthenes.
Kontroversi kedua: menyangkut masalah retorika dan moral; Gorgias mengemukakan bahwa dalam berpidato, seorang orator harus bermoral, karenanya retorika dianggap tidak perlu/mubazir.
Kontroversi ketiga: terdapat pada bidang pendidikan. Retorika memicu para ahli retorika untuk memasukkan kurikulum yang berbeda dalam materi tersebut.
1.      Isocrates (perimasukkan pertengahan abad IV): aspek-aspek politik dapat dimasukkan dalam retorika.
2.      Gorgias: membicarakan masalah etika dan politik
3.      Phaeradus: membicarakan etika dan mistik.
4.      Sokrates: memaklumkan retorika sebagai seni dangkal yang mengambil bagian dalam ilmu   fillsafat
5.      Aristoteles: Logika formal merupakan dasar yang tepat bagi pidato yang jujur  dan efektif baik dalam dewan legislatif maupun pengadilan. Kemudian dalam buku Rhetorica, aristoteles membedakan tiga jenis pidato:
a.       Pidato yudisial (legal/forensik), mengenai perkara di pengadilan yang menyangkut apa yang terjadi dan tidak pernah terjadi.
b.      Pidato deliberatif (politik/suasoria), berisi nasihat yang disampaiakn penasihat mengenai hal yang patut dan tidak patut dilakukan.
c.       Pidato epideiktik (demonstratif), untuk pementasan  dan upacara-upacara ibadah berisi tentang kecaman dan pujian yang terjadi sekarang.
2. Jaman Romawi (300 sebelum Masehi -130 Masehi)
Retorika pada Jaman ini dibawa dan diajarkan oleh seorang budak Yunani Livius Andronicus (284-204 SM). Ahli-ahli retorika  yang terkenal pada jaman Romawi adalah: Appius Claudius Caecus (300 SM), Cato de Censoris, Ser. Sulpicius Galba, Caius Grechus, Marcus Antonius, dan Lucius Licinius Crassus.
Dua orang guru retorika Romawi yang terkenal adalah Cicero dan Quintilianus.  M. Tullius Cicero menghasilkan tiga karya: De oratore, Brutus dan Orator.
Karya terakhir yang terkenal pada jaman ini adalah: Institutio Oratoria kaeya  Fabius Quintilianus.

3. Metode Retorika Klasik
Ada beberapa pokok masalah retorika, antara lain: seni retorika, masalah pidato, situasi yang menimbulkan pidato.
Seni retorika. Terdapat lima langkah pembagian:
·         Inventio/Heuresis: penemuan atau penelitian materi-materi yang mencangkup: menemukan, mengumpulkan, menganalisa, memilih materi yang cocok untuk berpidato. Menurut Aristoteles argumen-argumen harus dicari melalui rasio, moral dan afeksi.
·         Dispositio/Taxis/Oikonomia: penyusunan dan pengurutan materi (argumen) dalam sebuah pidato.
·         Elocutio atau Lexis: pengungkapan atau penyajian gagasan dalam bahasa yang sesuai. Ada tiga hal yang menjadi dasar elucutio: komposisi, kejelasan, langgam bahasa dari pidato; kerapian, kemurnian, ketajaman dan kesopanan dalam bahasa; kemegahan, hiasan pikiran dengan upaya retorika.
·         Memoria/mneme: menghafalkan pidato, yaitu latihan untuk mengingat gagasan-gagasan dalam pidato yang sudah disusun.
·         Actio/Hypokrisis: menyajikan pidato. Penyajian yang efektif dari sebuah pidatoakan ditentukan juga oleh suara, sikap dan gerak-gerik.

4. Abad Pertengahan (V-XV)
Pada jaman Romawi, para kaisar memberi subsidi kepada sekolah-sekolah yang memasukkan retorika dalam silabus pendidikan. Sehingga ahli retorika yang dihasilkan bisa menjadi imam agung pada upacara resmi. Tapi tiga abad berikutnya pidato hanya dilakukan untuk peniruan masa lampau dengan metode imitasi dan deklamasi.
Retorika pada abad pertengahan digolongkan dalam tujuh kesenian liberal. Retorika, tatabahasa dan logika (dialektika) membentuk satu trivium (tiga serangkai). Bukubuku pegangan Abad pertengahan mengenai retorika mengikuti prinsip-prinsip klasik dengan membedakan tiga gaya tulisan: kuat, sedang dan lemah. Atau tinggi,menengah, rendah. Gaya tinggi bukan hanya menyangkut hiasan tetapi juga penggunaan figuratau warna retorika yang paling sulit dan tinggi martabatnya.
Terdapat enam langkah pidato (dispositio) pada abad pertengahan:
1.      Exordium: sebuah pembukaan yang jelas, sopan tapi singkat,
2.      Narratio: sebuah pernyataan dari fakta awal yang jelas, dipercaya, singkat dan menyenangkan.
3.      Propositio: penyajian kasus, jika yang disajikan berbentuk isu disebut partitio,
4.      Confirmatio: penyajian argumen.
5.      Refutatio: penolakan atas keberatan-keberatan, bahwa keberatan itu tidak bersifat absud, palsu atau tidak konsisten, dan
6.      peroratio: ringkasan, yaitu rangkuman dengan suatu appeal emosional.

5. Jaman Renaisance (XV-XVIII)
Pada jaman renaisance, tulisan-tulisan mannerisme menimbulkan reaksi keras yang merupakan wujud kembalinya retorika klasik yang bersifat imitatif. Pada abad XV dan XVI, buku-buku pegangan melanjutkan retorika sebagai seni untuk menyajikan dan menyiapkan langkah klasik mulai dari inventio, melalui dispositio, elocutio, dan memoria, berakhir pada actio. Tokoh yang terkenal adalah Petrarchus yang mempopulerkan metode imitasi.
Kedatangan sarjana-sarjana Byzantium ke Italia pada abad XV, menyebabkan sistematisasi teknik imitasi menyebar ke Barat. Kelahiran kembali (renaisance) retorika klasik tersebut ditandai dengan kelahiran retorika humanis.
Retorika humanis menghasilkan kamus, buku pegangan mengenai ungkapan dan eksempla (adages = peribahasa, anekdote, materi ilustratif) dalam bahasa Latin, dan prosedur-prosedur untuk menghafal. Sehingga aliran humanis menjadi aliran lebih baik dari Graeco-Roman dan Byzantium.
Sajak humaniora berupa sanjak-sanjak klasik, filsuf, ahli sejarah, ahli pidato, yang berbicara mengenai hidup dan nilai kemanusiaan., dipelajari dengan semangat yang tak terbatas karena orang-orang sudah merasa capai dengan skolastisisme dan teologi yang sudah merosot.
Humanis adalah kelompok maju yang melihat kebudayaan klasik, dengan kebijaksanaan moralnya, rasionalitas yang kritis, dan seni yang agung, sebagai tingkat yang paling tinggi dicapai manusia.
Sejak tahun 1550, aliran humanisme memiliki suatu pegangan yang kuat dalam pendidikan. Pada akhir abad Xvseorang humanis Belanda bernama Rodolphus Agricola mengingatkan bahwa penulis-penulis harus mengembangkan subyek penelitian mereka yang bertalian dengan genus, species, sebab, akibat, persamaan, dan pertentangan.

6. Kemunduran Retorika (XVIII-XX)
Aliran Ramisme menandai keruntuhan seni retorika klasik, karena dianggap berlebihan dan bukan hanya berdasar atas style saja.
Aliran positivisme logis  menarik perhatian orang akan pentingnya mempelajari cara-cara mempergunakan bahasa dengan baik dan efektif.
Karya I.A. Richards yaitu philosophy of Rethoric (1941) menandaskan diperlukan adanya seni baru bagi wacana. Sehingga diperlukan usaha untuk menggaungkan retorika klasik yang saat ini sedang diusahakan oleh sekolah-sekolah dan universitas-universitas di Amerika Serikat.

 7. Retorika Modern
Retorika modern harusnya disampaikan secara efektif dan efisien dan lebih ditekankan kepada berbahasa secara tertulis, dengan tidak mengabaikan kemampuan secara lisan.
Berbahasa secara efektif  diarahkan kepada hasil yang akan dicapai penulis  dan pembaca, bahwa amanat yang yang ingin disampaikan dapat diterima dan utuh. Sedangkan secara efisien dimaksudkan bahwa alat atau cara yang dipergunakan untuk menyampaikan suatu amanat dapat membawa hasil yang besar, sehingga penulis dan pembicara tidak perlu mengulang dan berlebihan dalam penyampaian.
Sehingga retorika modern lebih mengedepankan bahasa tertulis tanpa mengesampingkan bahasa lisan.
Prinsip-prinsip dasar retorika modern/ retorika komposisi:
Penguasaan secara aktif sejumlah besar kosa kata bahasa yang dikuasainya. Semakin besar jumlah kosa kata yang dikuasai secara aktif, semakin mampu memilih kata-kata yang tepat untuk menyampaikan pikiran.
Penguasaan secara aktif kaidah-kaidah ketatabahasaan yang memungkinkan penulis mempergunakan bermacam-macam bentuk kata dengan nuansa dan konotasi yang berbeda-beda. Kaidah-kaidah ini meliputi bidang fonologi, morfologi, dan sintaksis.
Mengenal dan menguasai bermacam-macam gaya bahasa, dan mampu menciptakan gaya yang hidup dan baru untuk lebih memudahkan penyampaian pikiran penulis.
Memiliki kemampuan penalaran yang baik, sehingga pikiran penulis dapat disajikan dalam suatu urutan yang teratur dan logis.
Mengenal ketentuan-ketentuan teknis penyusunan komposisi tertulis, sehingga mudah dibaca dan dipahami, disamping bentuknya dapat menarik pembaca. Ketentuan teknis disini dimaksudkan dengan: masalah pengetikan/ pencetakan, cara penyusunan bibliografi, cara mengutip, dan sebagainya.
Dengan demikian pencorakan komposisi dalam retorika modern akan meliputi bentuk karangan yang disebut: eksposisi, argumentasi, deskripsi, dan narasi.
Eksposisi adalah suatu bentuk retorika yang tujuannya adalah memperluas pengetahuan pembaca, agar pembaca tahu mengenai apa yang diuraikan.
Argumentasi merupakan teknik untuk berusaha mengubah dan mempengaruhi sikap pembaca.
Deskripsi menggambarkan obyek uraian sedemikian rupa sehingga barang atau hal tersebut seolah-olah berada di depan mata pembaca.
Narasi merupakan teknik retorika untuk mengisahkan kejadian –kejadian yang ingin disampaikan penulis sedemikian rupa, sehingga pembaca merasakan seolah-olah ia sendiri yang mengalami peristiwa tersebut.

E.   Metode Retorika

1. Exordium (pendahuluan)
Fungsinya pengantar kearah pokok persoalan yang akan dibahas dan sebagai upaya menyiapkan mental para hadirin (mental prepation) dan membangkitkan perhatian (attention arousing).
Berbagai cara dapat ditampilakan untuk memikat perhatian hadirin.
-  Mengemukakan kutipan (ayat kitab suci, pendapat ahli kenamaan, dll)
-  Mengajukan pertanyaan
-  Menyajikan ilustrasi yang spesifik
-  Memberikan fakta yang mengejutkan
-  Menyajikan hal yang bersifat manusia
-  Mengetengahkan pengalaman yang ganjil
Beberapa hal yang perlu dihindari dalam retorika, antara lain:
-   Permintaan maaf karena kurang persiapan, tidak menguasai materi, tidak pengalaman dll.
-   Menyajikan sebuah lelucon yang berlebihan.

2. Protesis (latar belakang)
Mengemukakan hakekat pokok persoalan tersebut secara factual atau secara kesejahteraan nilainya serta fungsinya dalam kehidupan. Jadi pembahasan ini dikemukakan sedemikian rupa sehingga tampak jelas kaitannya dengan kepentingan pendengar.
3. Argumentasi (isi)
Memberikan ulasan-ulasan tentang topic yang akan disajikan secara teoritis, kemudian mengemukakan kekuatan posisinya.
4. Conclusio (kesimpulan)
Suatu penegasan hasil pertimbangan yang mengandung justifikasi atau pembenaran menurut penalaran orator atau pembawa naskah.
Yang perlu dihindari dalam pembuatan kesimpulan adalah:
-   Mengemukakan fakta baru
-   Mengemukakan kata-kata mubazir dan tidak fungsional
Dua persyaratan mutlak bagi orang yang akan muncul sebagai orator:
-    Source credibility atau sumber yang terpercaya (ahli dibidangnya)
-    Source actractivinees atau daya tarik sumber artinya memiliki penampilan yang meyakinkan untuk tampil sebagai orator.

5. Etika Retorika
  • Memperhatikan kondisi keadaan tertentu, hal ini memerlukan keputusan yang bijaksana, humanistis dan etis social.
  • Memperhatikan standar benar tidaknya ditentukan hukum
  • Memperhatikan etika nilai adat istiadat atau tata nilai kesopanan yang berlaku dimasyarakat.
  • Memperhatikan alasan logis atau fakta yang ada
  • Memiliki kekuatan dalil atau nash

F.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi Retoris
Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas dalam proses komunikasi retoris. Faktor-faktor ini terdapat pada setiap unsur komunikasi seperti: komunikator, pesan, medium dan resipiens.
Pada Komunikator
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas dalam proses komunikasi retoris adalah:
1.      Pengetahuan Tentang Komunikasi Dan Keterampilan dan Berkomunikasi
Yang dimaksudkan adalah penguasaan bahasa dan keterampiIan mempergunakan bahasa; keterampilan mempergunakan media komunikasi untuk mempermudah proses pengertian pada resipiens; kemampuan untuk mengenal dan menganalisis situasi pendengar sehingga dapat memberikan sesuatu yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Di samping itu jenis hubungan antara komunikator dan resipiens dapat juga mempengaruhi efektivitas proses komunikasi.
2.      Sikap Komunikator
Sikap komunikator seperti agresif (menyerang) atau cepat membela diri, sikap yang mantap dan meyakinkan; sikap rendah hati, rela mendengar dan menerima anjuran dapat memberi dampak yang besar dalam proses komunikasi retoris.
3.      Pengetahuan Umum
Demi efektivitas dalam komunikasi retoris, komunikator se-baiknya memiliki pengetahuan umum yang luas, karena dengan begitu dia dapat mengenal dan menyelami situasi pendengar dan dapat mengerti mereka secara lebih baik. Dia harus mengetahui dan menguasai bahan yang dibeberkan secara mendalam, teliti dan tepat. Dia juga hendaknya mengetahui dan mengerti hal-hal praktis dari kehidupan harian para pendengarnya, supaya dapat menyampaikan sesuatu yang mampu menggugah hati mereka.
4.      Sistem Sosial
Setiap komunikator berada dan hidup di dalam sistem masyarakat tertentu. Posisi, pangkat atau jahatan yang dimiliki komunikator di dalam masyarakat sangat mempengaruhi efektivitas komunikasi retoris (misalnya: sebagai pemimpin atau bawahan; sebagai orang yang berpengaruh atau tidak).
5.      Sistem Kebudayaan
Di samping sistem sosial, sistem kebudayaan yang dimiliki se-orang komunikator juga dapat mempengaruhi efektivitas komunikasi retoris. Tingkah laku, tata adab dan pandangan hidup yang diwarisinya dari suatu kebudayaan tertentu akan juga mempengaruhi efektivitas dalam proses komunikasi retoris dengan manusia lain.
G.  Penyimpangan dan Keliru Gagas Tentang Retorika
Oka (1990:33-38) menjelaskan bahwa selain pengertian-pengertian retorika berdasarkan sajarah perkembangannya, ada konsep retorika yang menyimpang dari hakikat retorika yang sebenarnya. Penyimpangan-penyimpangan itu antara lain dijelaskan di bawah ini.
1.      Penyamaan Retorika Dengan Studi Sastra
Penyamaan retorika dengan studi sastra ini terjadi pada zaman Renaisance. Pada zaman ini adanya anggapan bahwa sastralah yang menggunakan bahasa yang baik dan indah. Kemudian mengganggap bahwa ilmu yang dapat membantu mempelajarinya adalah ilmu retorika.
2.      Penyamaan Retorika dengan Gaya Bahasa dan Pendiksian
Penyimpangan ini terjadi karena adanya anggapan bahwa retorika itu penggunaan bahasa untuk menyampaikan tuturan serta petunjuk pemilihan materi bahasa untuk bertutur. Padahal hal yang berkaitan dengan pemilihan bahasa, gaya bahasa, dan pendiksian hanyalah bagian terkecil dari retorika. Atau dengan kata lain, itu merupakan aspek teknis saja dalam retorika.
3.      Penyamaan Retorika dengan pedoman Karang-mengarang
Penyimpangan ini terjadi karena adanya anggapan bahwa menulis atau mengarang itu memerlukan pedoman. Pedoman karang-mengarang itu yang disebut retorika. Padahal retorika lebih luas dari itu. Lebih tepat dikatakan bahwa pedoman mengarang merupakan aplikasi retorika untuk tutur tulis.
4.      Penyamaan Retorika dengan Kecakapan Bersilat Lidah
Bermula dari anggapan bahwa retorika adalah ilmu yang mengajarkan kecakapan mempermainkan bahasa untuk mempengaruhi petutur, maka retorika disamakan sebagai ilmu untuk bersilat lidah.

DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia



Back To Top